Review Buku Filosofi Teras
Stoisisme untuk Mental yang Lebih Baik
Ruang Resensi | Filosofi Teras diawali oleh sosok bernama Zeno, seorang pedagang kaya asal Siprus yang melakukan perjalanan lintas laut dari Phoenicia ke Peiraeus. Barang dagangannya berupa pewarna tekstil ungu yang biasa dipakai untuk mewarnai jubah para raja. Harganya sangat mahal dikarenakan proses pembuatannya benar-benar melelahkan.
Akan tetapi, perjalanan itu tidak berjalan mulus. Ketika melewati Laut Mediterania kapal tersebut karam. Seluruh barang berharga pun hilang. Sedang dirinya terdampar di Athena.
Cobaan itu luar biasa sulit, bukan hanya kemalangan karena lenyapnya harta, dia juga luntang lantung di negeri antah berantah.
Hingga pada suatu hari, Zeno masuk ke kedai buku dan menemukan filsafat yang menggugah hatinya. Dari sini, dia mulai mempelajari dan mendalaminya. Bahkan, berguru kepada beberapa filsuf. Sampai pada suatu masa, dia pun mulai mengajar filsafatnya sendiri.
Tempat mengajarnya seringkali di bawah teras berpilar (dalam bahasa Yunani kuno disebut stoa) yang terletak di sisi utara dari agora (ruang publik tempat berdagang dan berkumpul--semacam alun-alun pada masa itu). Bersebab inilah para pengikutnya disebut kaum Stoa, sedang alirannya disebut stoisisme. Kemudian dimaknakan oleh Henry Manampiring ke dalam bahasa Indonesia sebagai Filosofi Teras.
Review Buku Filosofi Teras per Bab
Buku Filosofi Teras terdiri dari 13 bab dengan pembahasan yang saling berkaitan satu sama lain. Bab pertama dimulai dengan Survei Khawatir Nasional untuk mengetahui "kekhawatiran" orang-orang di luar sana. Bab kedua, memuat pengenalan tentang Filosofi Teras; asal muasalnya, nilai-nilainya, dan tujuan-tujuannya. Setelah dua bab awal ini, barulah memasuki perbincangan inti.
Bab Ketiga; Hidup Selaras dengan Alam
Ada tiga poin penting dalam bab ini:
Pertama; selaras dengan alam
Prinsip utama stoisisme adalah in accordance with nature. Bahwasanya, manusia harus hidup selaras dengan alam. Maksudnya, manusia harus hidup menggunakan akal dan rasionya. Hal inilah yang membedakannya dengan binatang.
Kedua; manusia adalah makhluk sosial
Para praktisi stoa tidak mengisolasi diri dari orang lain. Tidak bersembunyi dari dunia atau menyendiri tanpa interaksi. Kaum stoa berbaur, bergaul, dan bersosialisasi.
Ketiga; interconnectedness (keterkaitan)
Stoisisme meyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta ini saling terkait satu sama lain, baik peristiwa besar maupun kecil. Kejadian yang dialami seseorang memiliki mata rantai yang saling terhubung.
Bab Keempat; Dikotomi Kendali
Pada Filosofi Teras, dikotomi kendali artinya dalam hidup ini ada sesuatu yang bisa dikendalikan dan ada pula yang tidak.
Misal yang tak bisa dikendalikan,
- Tindakan orang lain
- Opini orang lain
- Popularitas
Sesuatu yang bisa dikendalikan,
- Opini/persepsi kita
- Keinginan kita
- Tujuan kita
Hal-hal yang ada dibawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yang tidak dibawah kendali, bersifat lemah, bagai budak, terikat, dan milik orang lain.
Stoisisme meyakini bahwa kebahagiaan hanya bisa datang dari sesuatu yang bisa dikendalikan. Seseorang yang terobsesi dengan sesuatu yang tak bisa dikendalikan akan menghadapi kekecewaan.
Kekayaan, kesehatan, ketenaran, memang bisa diusahakan, tapi merupakan sesuatu yang tak bisa dikendalikan. Kenapa? Karena bisa hilang dalam sekejap mata. Seseorang bisa saja bangkrut, jatuh sakit, atau kehilangan popularitas. Maka, sungguh tidak masuk akal jika menggantungkan kebahagiaan padanya.
Keberanian dan menahan diri adalah dua dari empat pondasi Filosofi Teras yang mampu menghadapi hal-hal di luar kendali.
Dalam situasi yang paling menyakitkan dan tidak manusiawi, hidup masih bisa memiliki makna. Karenanya, penderitaan pun dapat bermakna.
Kita tidak bisa memilih situasi hidup setiap saat, tapi kita selalu bisa menentukan sikap atas situasi yang terjadi.
Lebih jauh lagi, Filosofi Teras menyebut sesuatu yang berada di luar kendali sebagai indifferent (tidak berpengaruh terhadap baik buruknya seseorang). Kemudian membaginya dalam dua kategori;
Preferred indifferent; hal-hal yang tidak berpengaruh, tetapi kalau ada akan jauh lebih bagus (kekayaan, kesehatan, kecantikan, ketenaran).
Unpreferred indifferent; hal-hal yang tidak berpengaruh, tetapi kalau tidak ada akan lebih baik (sakit, kemiskinan, reputasi buruk).
Bab Kelima; Mengendalikan Interpretasi dan persepsi
Bukan hal-hal atau peristiwa tertentu yang meresahkan kita, tetapi pertimbangan/pikiran/persepsi akan hal-hal dan peristiwa tersebut.
Review Filosofi Teras pada bab lima ini menitikberatkan pada poin interpretasi dan persepsi. Bahwasanya, keresahan dan kekhawatiran berasal dari pikiran, bukan pada peristiwa yang terjadi. Menurut stoisisme, segala peristiwa bersifat netral (tidak baik atau buruk). Namun, persepsilah yang menjadikannya buruk.
Misal, seseorang baru saja diputus hubungan kerja oleh perusahaan dengan alasan bangkrut. Lalu dia berpikir;
"Saya kena karma apa sampai sial begini."
"Hidup kok gini. Kerja aja nggak ada yang awet."
"Ini benar-benar akhir hidupku. Bakal susah kalau begini."
Dalam Filosofi Teras, pikiran tersebut merupakan hasil interpretasi pribadi, bukan karena peritistiwa PHK itu sendiri.
Alternatif interpretasi lain;
"Ini kesempatan untuk mengubah haluan ke karir lain."
"Lumayan dapat pesangon. Bisa nyoba bisnis baru."
"Ini ujian bagi kesabaran dan keuletanku."
Interpretasi alternatif ini bukan halusinasi, tapi sama validnya dengan interpretasi negatif sebelumnya. (h. 138)
Bab Keenam, Memperkuat Mental
"Kita lebih menderita dalam imajinasi daripada kenyataan." Seneca - Letters, (h. 109)
Disadari atau tidak, kadang seseorang menderita bukan karena sesuatu yang dialaminya, tapi karena pikirannya. Khawatir yang berlebihan dan datang terlalu cepat membuat seseorang dimakan derita perlahan. Hal tersebut membuatnya menderita dua kali lipat dari semestinya.
Jika kita menderita sebelum saatnya. Kita juga harus menderita lebih dari semestinya. Seneca, (h. 118)
Beberapa orang seringkali membesarkan kesedihannya. Padahal dia sama sekali belum mengalaminya. Kekhawatiran dan prasangka yang tidak berdasar membelenggu pikirannya, sehingga hidupnya jauh dari ketenangan dan kedamaian. Dalam hal ini, seseorang harus memperkuat mental agar terhindar dari hal semacam itu.
Filosofi Teras menawarkan sebuah cara untuk memperkuat mental dengan istilah "premeditation malorum"; sengaja memikirkan sesuatu yang negatif untuk mengantisipasinya. Hal ini dimaksudkan sebagai imunisasi kekebalan mental.
Apabila seseorang berada dalam situasi tidak menyenangkan; situasi yang semula "tidak terduga" berubah menjadi "telah diantisipasi". Sehingga mengurangi atau meminimalisir efeknya terhadap mental, lalu mengambil tindakan yang rasional.
Kelebihan dan Kekurangan Filosofi Teras
Walau stoisisme sudah aja sejak 2000 tahun yang lalu, nilai-nilainya masih relevan untuk diterapkan pada masa kini. Orang-orang yang depresi, stress, atau khawatir berlebihan, selayaknya menjajal buku ini. Termasuk pula orang-orang yang tertekan dengan beratnya beban hidup, atau menghadapi tuntutan yang tak berkesudahan dari sekelilingnya.
Buku ini juga cocok untuk anak muda yang mengalami krisis mental sebab dunia yang carut marut dan penuh distraksi.
Salah satu poin menyenangkan dari Filosofi Teras ialah adanya intisari di setiap akhir pembahasan, sehingga memudahkan pembaca untuk memurojaah kembali topik-topik yang berlalu. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara beberapa tokoh yang semakin menguatkan muatan materi
Bahasa yang digunakan jua bahasa kekinian, menjadikan pembaca merasa nyaman dan mudah menerima. Filsafat yang seharusnya menjadi topik rumit dan berat terasa santai dan ringan. Didukung pula dengan ilustrasi ciamik dari Levina Lesmana, sehingga membaca semakin asyik dan meresap.
Adapun nota kecil untuk Filosofi Teras, mungkin pada bab 1 dan 2, sepertinya lebih sesuai untuk dijadikan prolog atau dimasukkan pada bagian Pengantar; Mengapa Aku Menulis Buku Ini.
Islam, Filsafat, dan Stoisisme
Pro dan kontra terkait filsafat memang tiada habisnya. Perselisihan dan perdebatan tak kunjung usai membahasnya; baik di dunia maya maupun realita. Perlu diketahui, filsafat merupakan ilmu yang cukup sukar dan sulit. Jika seseorang tidak memiliki pondasi ilmu yang kokoh (dalam sisi aqidah, syariah, maupun lainnya), maka pengajian terhadap filsafat bisa berujung pada dua kemungkinan; pertama, ilmu yang diperoleh tidak mumpuni. Kedua; terjerumus pada kesesatan.
Sedikitnya, ada tiga pandangan mengenai filsafat;
Pertama, golongan yang menolak mutlak. Bahkan, sampai pada tingkat mengharamkannya, karena menganggap ilmu ini bisa merusak aqidah.
Kedua, moderat atau selektif. Bagi orang awam, mempelajari filsafat adalah makruh. Sedang orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang kompeten hukumnya boleh. Bahkan, wajib sebagaimana komentar Ibnu Rusyd.
Ketiga, golongan yang menerima sepenuhnya, yakni orang-orang liberal.
Bagaimana dengan stoisisme?
Jika nilai-nilai yang diambil adalah manfaat-manfaat praktisnya dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka tidak mengapa.
Selama prinsip "hidup selaras dengan alam (rasionalitas) dipakai untuk memperoleh ketenangan dan kedamaian dalam hidup serta membebaskan diri dari emosi negatif, depresi, stres, atau kecemasan yang tidak berdalil, maka Filosofi Teras masih bisa diterima.
Akan tetapi, jika rasionalitas dibawa ke ranah agama atau untuk beragama (bagi seorang Muslim), maka Filosofi Teras jelas tertolak. Karena dalam Islam beragama berdasarkan dalil syar'i (Al-Qur'an dan Sunnah) bukan berdasarkan rasio.
Quotes Buku Filosofi Teras
Ketika hidup didorong dan dipengaruhi oleh nafsu ingin memiliki atau menghindari hal hal diluar kendali, sebenarnya kita telah diperbudak olehnya. (h. 45)
Kita yang hidup terus-menerus mengikuti pendapat orang lain tidak akan pernah menjadi kaya. Seneca, (h. 74)
Pada saatnya, kamu akan melupakan segalanya. Dan ada saatnya semua orang melupakanmu. Selalu renungkan bahwa akhirnya kamu tidak akan menjadi siapa-siapa dan lenyap dari bumi. Marcus Aurelius - Meditaions (h. 95)
Sesungguhnya balas dendam terbaik adalah dengan tidak berubah menjadi seperti sang pelaku. Marcus Aurelius (h. 140)
Identitas Buku:
Penulis: Henry Manampiring
Penerbit: Kompas
Tahun Terbit: 2022 (Cetakan ke 29)
Tebal: 326 hlm
ISBN: 978 623 346 303 4
ISBN: 978 623 346 304 1 (PDF)
0 comments