BLANTERORBITv102

    Review Novel Malice | Catatan Pembunuhan sang Novelis | Keigo Higashino

    Kamis, 01 Desember 2022
    review novel malice keigo higashino

    Review Novel Malice (Akui) Catatan Pembunuhan sang Novelis

    Karyamu, Membunuhmu!


    Ruang resensi | Novel-novel misteri biasanya sangat kental dengan nuansa pembunuhan disertai alur yang penuh teka-teki. Pembaca perlahan diseret untuk menguak puzzle-puzzle yang menyelubunginya. Kemudian ending cerita akan ditutup dengan motif atau fakta-fakta tentang si pelaku.

    Novel Malice milik Keigo Higashino pun tidak lepas dari latar kematian. Meski begitu, ada satu hal yang membuatnya menarik dan berbeda, penulis tidak fokus pada 'siapa pelakunya?' melainkan 'mengapa pelaku melakukannya?'

    Pembaca diajak untuk menyelami kehidupan seorang penulis novel serta kerja kerasnya dalam menciptakan sebuah karya; di dalamnya ada pengorbanan tak terhingga sebelum menjadi buku yang utuh dan paripurna, hingga sampai di tangan orang-orang yang menantikannya. Mari kita lihat ramuan Keigo Higashino dalam review Novel Malice ini.

    Review Novel Malice Keigo Higashino: Sinopsis

    Awal mula kisah ini akan memperkenalkan kepada pembaca sosok bernama Nonoguchi Osamu. Kala itu, Selasa, 16 April, dia sedang menuju stasiun kereta terdekat untuk menyambangi rumah sahabatnya, Hidaka Kunihiko.

    Butuh 20 menit bagi Nonoguchi untuk sampai ke rumah Hidaka. Sayangnya, ketika sampai di sana, dia tidak mendapati si empunya. Rupanya, sedang keluar. 

    Sebenarnya, Nonoguchi seringkali mengunjungi Hidaka di hari-hari lain, tapi khusus pada hari ini dia datang sebagai perpisahan karena lusa sang karib akan bertolak ke luar negeri, Kanada lebih tepatnya. 

    Memanfaatkan status sebagai sahabat baik, Nonoguchi melenggang ke rumah Hidaka tanpa merasa bersalah. Di taman, dia menjumpai wanita asing yang sedang berdiri di dekat pohon sambil memegang topi putih. 

    Setelah diusut, wanita itu mengaku masuk ke rumah tersebut karena mengambil topinya yang terbang terbawa angin. Nonoguchi tidak menaruh curiga apa pun. 

    Selang beberapa lama, Hidaka pun kembali bersama istrinya, Rie San, dan langsung mengajak Nonoguchi masuk menuju ruang kerjanya. Keduanya pun terlibat perbincangan tentang naskah yang tengah digarap Hidaka. 

    Hidaka merupakan seorang penulis novel yang sangat terkenal dan telah meraih penghargaan sastra. Buku-bukunya pun sudah banyak masuk kategori bestseller. Sedang Nonoguchi hanyalah seorang penulis cerita anak dan bisa masuk ke penerbit pun berkat koneksi sahabatnya. 

    Dalam perbincangan itu, Nonoguchi tak lupa menyampaikan kepada Hidaka perihal wanita asing yang masuk ke pekarangan rumahnya. 

    Hidaka hanya tertawa dan memberitahu bahwa wanita tersebut bernama Niimi, kerap datang karena menganggap dia yang meracun kucingnya. 

    Di sini, Hidaka mengakui bahwa dirinya dengan sengaja meracun kucing milik wanita itu karena sering masuk ke lingkungan rumahnya dan membuat kekacauan; buang kotoran, menapak di mobil, hingga memecahkan pot bunga. Hal tersebut berimbas pada sulitnya untuk menemukan seseorang yang mau menyewa rumah tersebut. 

    Ketika Nonoguchi dan Hidaka tengah mengobrol, datanglah seseorang tak terduga. Dia adalah Fujio Miyako. Seorang wanita yang memprotes salah satu novel Hidaka karena dalam novel tersebut memuat karakter yang sangat bersinggungan dengan adiknya; Fujio Masaya. 

    Nonoguchi pun pamit dan kembali ke apartemennya. Tak lama, bel pintu berbunyi. Rupanya, Oshima dari penerbit Ojisha datang bertamu. Tidak lain untuk membicarakan perihal naskahnya. 

    Beberapa saat kemudian, telpon nirkabel milih Nonoguchi berdering. Rupanya, di seberang sana, Hidaka memintanya untuk datang ke rumahnya karena ada sesuatu hal yang ingin dibicarakan. Dia lalu menyanggupi untuk ke sana jam 8, mengingat tengah ada tamu saat itu. 

    Setelah makan malam bersama Oshima, Nonoguchi pun lansung beranjak menemui Hidaka dan mendapati seluruh lampu rumahnya dalam keadaan gelap gulita. Keganjilan semakin bertambah di benaknya saat tombol interphone ditekan, jawaban di dalam tetap nihil. 

    Nonoguchi akhirnya memutuskan untuk menelepon Rie san yang sudah berada di hotel. Menanyakan apakah Hidaka sudah ke sana atau belum. Akan tetapi, sang istri menjelaskan bahwa suaminya belum ke hotel dan paling cepat akan tiba tengah malam. 

    Melihat situasi yang nampaknya aneh, Rie san pun mengatakan akan ke rumahnya saat itu juga. Setelah bertemu, keduanya langsung memasuki rumah dan menuju ruang kerja Hidaka yang terkunci. Rie san lalu membuka pintu dengan kunci cadangan. Nonoguchi bertanya, apakah pintu tersebut memang selalu terkunci jika suaminya pergi? Wanita itu menjawab bahwa belakangan ini hal tersebut jarang terjadi. 

    Usai pintu dibuka, Rie san langsung menekan saklar lampu karena tidak menyala. Saat itulah keduanya mendapati sosok Hidaka yang tengah terbujur kaku. 

    Kondisinya saat itu dalam keadaan tertelungkup; lehernya terpelintir hingga memperlihatkan sisi kiri wajahnya. Matanya yang setengah terbuka tidak menunjukkan tanda tanda kehidupan (hal 24).

    Rie san yang melihat suaminya tak bernyawa, langsung ambruk ke lantai. 

    Selang beberapa waktu, penyidik dari kepolisian pun datang ke TKP. Sebagai saksi, Nonoguchi dan Rie san langsung dimintai keterangan. 

    Selanjutnya, Rie san diantar ke rumah orang tuanya, sedang Nonoguchi masuk ke dalam mobil polisi untuk diantar ke apartemennya. 

    Di sini, muncul sosok baru bernama Kaga Kyoichiro yang berprofesi sebagai seorang detektif dan kebetulan merupakan rekan kerja Nonoguchi di sebuah sekolah pada masa lalu.
     
    Keduanya pun terlibat percakapan di dalam mobil yang sebenarnya merupakan sebuah interogasi terhadap dirinya. Nonoguchi dicekoki berbagai pertanyaan; mulai latar belakang Hidaka, karya-karyanya, hingga kepindahannya ke Kanada. 

    Berita kematian Hidaka pun muncul di surat kabar. Rupanya, hal tersebut membawa efek dalam kehidupan Nonoguchi. Sejumlah media massa menghubunginya untuk meminta penjelasan terkait kematian sahabatnya. 

    Walau begitu, di sisi lain, nampaknya pihak kepolisian diam-diam memasukan dirinya ke dalam jajaran tersangka. Mengingat detektif Kaga yang terus menerus mendatanginya dan mencongkel keterangan demi keterangan darinya. 

    Dalam sangkaan Nonoguchi, dirinya tak mungkin dianggap sebagai tersangka mengingat alibinya yang sempurna dan mustahil membunuh Hidaka yang notabene sahabatnya sendiri. 

    Hal lain yang dipikirkan Nonoguchi adalah menulis kasus pembunuhan tersebut. Beranggapan bahwa kejadian itu harus didokumentasikan. Rupanya, tulisan tersebutlah yang mengungkap siapa pelakunya. 

    Dari sini, review novel Malice secara ringkas sudah memberi gambaran bagaimana keahlian Keigo Higashino memadu alur yang menawan dan layak untuk dibaca. Baiklah, mari ulas lebih jauh. 
     

    Tipuan Keigo dan Dua Tokoh Utama

    Keigo Higashino menghadirkan empat sosok yang bisa dijadikan tersangka pembunuhan Hidaka Kunihiro. Pertama, Niimi, dengan motif balas dendam atas kematian kucingnya. Kedua, Fujio Miyako, dengan motif ketidaksetujuannya atas penokohan novel Hidaka yang melibatkan adiknya. Ketiga, Rie san, istrinya yang bisa jadi menyimpan tujuan tersembunyi. Keempat, Nonoguchi, sahabatnya yang mungkin memiliki hasrat tak kasat mata untuk mengambil semua ketenarannya.

    Akan tetapi, jika merinci lebih jauh, tentu Rie san tidak bisa dijadikan sebagai tersangka mengingat dia adalah sang istri yang baik dan tulus kepada suaminya. Sementara Nonoguchi adalah sahabat baik Hidaka. Bahkan, teman semasa sekolahnya dulu. Selain itu, dia juga memiliki alibi yang sempurna.

    Maka, hanya tersisa Niimi dan Fujiko Miyako yang patut dicurigai sebagai pelaku. Namun, jika ditelaah berdasarkan motif yang ada, apakah masuk akal bagi Niimi menghabisi nyawa seseorang karena seekor kucing? Maka, satu-satunya yang sangat mungkin untuk didakwa sebagai eksekutor penghilang nyawa sang novelis adalah Fujiko Miyako. Setidaknya begitulah giringan opini yang ditawarkan oleh Keigo dalam novel Malice ini.

    Sayangnya, segala hal yang dipikirkan oleh pembaca akan ditepis dan disangkal oleh Keigo dengan cara yang sangat subtil dan piawai.

    Untuk melacak pembunuhan itu, Keigo mendatangkan sudut pandang baru dari seorang bernama Kaga. Sehingga pembaca bisa merasakan pergulatan yang dirasakan oleh seorang detektif dalam mengurai kasus yang pelik. 

    Dia ingin menegaskan bahwa dengan mata detektif, pembaca bisa mengungkap rahasia-rahasia yang ditinggalkan oleh pelaku walau hanya berupa sebuah petunjuk yang kecil dan sepele.

    Review Novel Malice: Kelebihan dan Kekurangan 

    Tidak bisa ditampik, Keigo Higashino menyajikan sesuatu yang sangat menarik dalam novel ini. Mulai dari dua tokoh sebagai dua sudut pandang; Nonoguchi dan Kaga yang disebut Natsuo sebagai penutur. Sehingga pembaca mengetahui alur kejadian tidak hanya dari satu sisi, melainkan ada sisi yang lain.

    Dan lebih menarik lagi, pelaku pembunuhan diungkap lebih awal dari dugaan pembaca. Namun, di sinilah suasana semakin menegang dan menimbulkan tanya; apa motifnya? Apa tujuannya? Mengapa dia melakukannya?

    Walau si pembunuh sudah diungkapkan oleh Keigo, pembaca masih dibuat penasaran dan tak bisa hengkang atau meninggalkan novel Malice dengan segera. Karena alasan utama pembunuhan itulah yang menjadi kisah besar dalam novel ini.

    Selain itu, pemutarbalikan fakta dan kenyataan yang nampak tumpang tindih menjadi nilai lebih dalam novel ini. Keigo sangat mahir membuat pembaca salah tafsir; pada beberapa halaman, pembaca akan bersimpati pada pelaku pembunuhan, di halaman-halaman berikutnya Keigo mengubahnya menjadi permusuhan. Sederhananya, novel ini penuh dengan tipuan.

    Terakhir, apresiasi nampaknya harus diberikan kepada pewajah novel ini. Dengan gradasi warna yang menawan serta slide yang saling berlimpit sangatlah menarik perhatian. Namun, hal tersebut bukanlah sekadar permainan warna semata. Melainkan, melambangkan dunia yang ada dalam Malice; bahwa segalanya penuh dengan intrik dan muslihat; motif dibungkus motif; makar di balik makar.

    Jika Natsuo Ichiro berkomentar bahwa Novel Malice berangkat dari sebuah kata bernama ‘dokumentasi’, maka catatan lain yang bisa dikatakan sebagai amanat dalam novel ini adalah sisi gelap dalam dunia tulis menulis; di sana ada sesuatu yang kelam, suram, dan mencekam; plagiarisme merupakan salah satu isu yang diangkat dalam buku ini, dipadu dengan ketamakan terhadap popularitas dan berujung pada penghilangan nyawa.

    Meski Keigo sudah mempersembahkan sebuah karya yang memikat dan memesona, tetaplah harus ada memo kecil terhadap Malice. Pada bagian akhir novel, saat Kaga melakukan wawancara kepada beberapa tokoh yang memiliki hubungan dengan pelaku, alur terasa bergerak lambat dan membosankan. Bahkan, beberapa wawancara nampaknya terlalu bertele-tele. Walau sebenarnya tujuan penulis menghadirkan hal itu untuk membuat segalanya semakin tervisualisasi selayaknya kenyataan.


    Kesimpulan novel Malice Keigo Higashino: berkisah tentang kematian seorang novelis masyhur bernama Hidaka Kunihiko dan motif pembunuhannya. Mengangkat isu bullying di sekolah dan plagiarisme.

    Akhirnya, novel ini direkomendasikan pada pembaca remaja dewasa yang menyukai misteri, dibalut dengan intrik dan muslihat serta detektif yang jeli.

    Identitas Novel

    Judul: Malice (Akui) Catatan Pembunuhan sang Novelis
    Pengarang: Keigo Higashino
    Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    Tahun terbit: 2020
    Tebal: 304 hlm; 20 cm
    ISBN: 978-602-06-3932-1


    Demikian review novel Malice karya Keigo Higashino. Semoga bermanfaat.



    Author

    Moera Ruqiya

    Panggil aku, Moera.