BLANTERORBITv102

    Resensi Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas Eka Kurniawan

    Minggu, 06 Februari 2022
    review novel seperti dendam rindu harus dibayar tuntas

    Kisah Burung yang Mengalami Mati Suri

    Resensi Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

    "Hanya orang yang nggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati...." (hal 1).
    Ruang Resensi | Lazimnya, novel-novel bertema rindu dimulai dengan kalimat-kalimat manis, romantis dan puitis atau setidaknya halaman-halamannya memuat diksi-diksi demikian. Namun, tidak dengan novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Eka Kurniawan memulainya dengan kalimat tegas, keras, dan vulgar. Begitu pula isinya, benar-benar jauh dari sabda-sabda cinta, syair-syair mabuk rindu, atau ayat-ayat asmara.

    Rindu adalah tema yang sangat klise; tak terhitung jumlah novel yang telah menyuguhkannya. Betapa membosankan jika sajianya biasa-biasa saja. Dan Eka Kurniawan sangat tahu hal itu. Plot acak dalam novel ini menjadi daya tarik tersendiri yang mengajak pembaca berpikir dan berusaha untuk merangkai kejadian demi kejadian sehingga bisa dipahami secara utuh. 

    Kilas-kilas masa lalu yang nampak tumpang tindih, kalimat-kalimat pendek, dialog tanpa aprostof adalah kesengajaan yang penuh resiko, tapi Eka Kurniawan berhasil menjadikannya layak dibaca. Walau tak bisa ditampik hal tersebut melanggar ketentuan baku dari kaidah penulisan yang berlaku.

    Melalui Ajo Kawir dan tokoh-tokoh lainnya, Eka Kurniawan berhasil menggambarkan kehidupan sosial masyarakat kelas menengah ke bawah. Meski bahasa yang digunakan tergolong frontal dan brutal, tapi tak bisa dipungkiri, bahwa seperti itulah orang-orang di negeri ini; ceplas-ceplos, berbicara sekenanya, dan memaki seenaknya. Dan memang sangat sesuai dengan era pada masa itu--tahun 90-an. Berikut resensi novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.

    Sinopsis Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

    Adalah Ajo Kawir sosok remaja 13 tahun yang sungguh badung. Keluar masuk sekolah karena kerap melakukan pelanggaran. Bersama Si Tokek partner in crime-nya, mereka acapkali menghajar orang maupun balik dihajar sampai sekarat.

    Konon, Ajo Kawir masihlah punya sedikit iman. Hal tersebut dibuktikan dengan kedatangannya ke surau. Walaupun sebenarnya, di surau dia lebih sering sekadar mandi, bukan untuk ibadah. Hal ini tidak lepas dari keberadaan Si Tokek di sampingnya yang saban hari mengajak maksiat.

    Setelah mencuci mata dengan asmara kepala desa dan istrinya--atas ajakan Si Tokek, Ajo Kawir berpetualang ke rumah perempuan gila bernama Rona Merah. Katanya, ini lebih hebat dari buah pepaya yang dilihat sebelum-sebelumnya.

    Di sinilah kesialan Ajo Kawir dimulai. Karena hebatnya adegan itu, membuatnya tak kuasa menopang tubuh. Pegangannya ke kusen jendela terlepas dan tanpa bisa dicegah ia tergelincir. Suara gaduhnya mengagetkan semua orang (hal 27). Parahnya, Si Tokek yang menjadi dalang atau pioner di balik rencana nafsu ini, sudah ngibrit entah ke mana. Dan sejak hari itu, burung Ajo Kawir mengalami mati suri. Mungkin, inilah yang disebut dengan instan karma.

    Ajo Kawir pun berusaha mati-matian untuk menghidupkan kembali burungnya. Tidak berhasil dengan cara biasa, dia pun berani mencoba hal-hal gila. Pernah suatu kali dia menggosok kemaluan dengan cabe, bukannya sembuh, malah hampir mati kepanasan. Bahkan pernah membiarkan kemaluannya digigit tiga ekor lebah.

    Sebagai orang yang paling merasa bersalah, Si Tokek jua terlibat dengan upaya penyembuhan sahabatnya. Dia melaporkan masalah besar tersebut kepada ayahnya, Iwan Angsa. Pada akhirnya, Ajo Kawir dibawa menghadap kepada seorang pelacur untuk diberi terapi perzinahan. Sayangnya, usaha seekstrem ini pun tak memberi khasiat apa-apa. Si burung tetap terpekur dan tidur.

    Setelah tahun-tahun berlalu. Ajo Kawir memutuskan untuk menjadi pembunuh bayaran dan diberi misi membunuh Si Macan. Sebelum misi tersebut tuntas, dia bertemu dengan wanita bernama Iteung melalui sebuah pertarungan berdarah. Keduanya pun saling jatuh cinta. Iteung yang sudah dibutakan oleh perasaannya, tidak peduli dengan keadaan burung Ajo kawir yang tak bisa berdiri. Dia tetap minta dinikahi.

    Pernikahan akhirnya terlaksana. Namun, kemalangan Ajo Kawir pun semakin berat. Meski sudah memberi Iteung nafkah batin dengan jarinya, tetap saja tak bisa memuaskannya. Hingga pada suatu waktu, sang istri tiba-tiba hamil. Lengkap sudah penderitaannya. 

    Ajo Kawir akhirnya pergi dan berakhir menjadi sopir truk lintas wilayah. Hingga bertemu dengan Mono Ompong dan Jelita sebagai rekan perjalanannya. 

    Pada fase ini, dia sudah tak memiliki keinginan lagi untuk menghidupkan harta karunnya. Kalau memang mati, matilah sudah. Mungkin begitu pikirnya. Sosok Ajo Kawir yang dulu beringas telah hilang. Diganti dengan sosok yang bijak dan hidup dalam damai. 

    Kelebihan Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

    Sedikitnya, Ajo Kawir menanggung tiga rindu dalam kisahnya. Rindu pada hidup kembali si burung yang mati suri. Rindu pada Iteung, sang pujaan hati. Serta pada anak--yang bukan anak kandungnya.

    Kesetiaan Ajo Kawir pada Iteung dan kelapangan hati menerima sosok yang bukan darah dagingnya, bahkan mau menafkahinya adalah moral yang layak dimiliki oleh seorang lelaki. Tentu, tak banyak yang bisa melakukannya.

    Novel ini juga mengajarkan arti persahabatan sebagaimana Ajo Kawir dan Si Tokek. Betapa kehadiran sahabat memberi nilai dan pengaruh besar dalam hidup seseorang. Sangat penting memiliki sikap selektif dalam memilih kawan agar tidak menjerumuskan dalam kemungkaran. Seandainya Ajo Kawir tidak mengikuti ajakan Si Tokek mengintip Rona Merah, mungkin saja burungnya tidak mengalami kematian, bukan? Ya, dan cerita ini tidak akan pernah ada.

    Penulis juga menyinggung tentang pelecehan seksual yang terjadi dalam dunia pendidikan. Apa yang dialami Iteung, sangat mungkin juga dialami oleh siswi-siswi lain. Hanya saja, tidak banyak yang terangkat ke permukaan. Permasalahan tersebut sudah menjadi momok di negeri ini.

    Kekurangan Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

    Meski penulis menyelipkan beberapa petuah agama dalam novel ini, misal yang dikatakan Si Tokek, "Bahwa semua dosa akan diampuni kecuali kamu menyembah selain Allah ..." (Hal 9), tetap saja novel ini tidak lepas dari sebutan mesum. Ya, karena novel ini seharusnya dibaca oleh usia 18+ atau yang sudah menikah. Herannya, tidak ada label tersebut di sampulnya.

    Kata-kata seperti kont*l, mem*k, per*k, dan semacamnya, akan sangat mudah ditemui dalam buku ini. Bahkan pada halaman 5 pembaca sudah bisa menjumpainya, "Jika aku bisa berikan kont*lku kepadamu, akan kuberikan sekarang juga". Tidak sebatas itu, adegan semi persetubuhan pun ada.

    Kemudian Si Tokek, eksistensinya perlahan memudar--semenjak kuliah ke Yogya. Padahal, dia sahabat yang notabene memiliki 'dosa besar' terhadap Ajo Kawir. Bukankah layak menemani sampai akhir?

    Sedang Mono Ompong, kehadirannya agak mendominasi dengan aksi heroiknya; mulai dari melakukan balap-balapan truk sampai bakuhantam dengan Si Kumbang, menjadikan Ajo Kawir sedikit tenggelam. Duel mautnya dengan Si Macan yang ditunggu-tunggu, malah berakhir dengan kematian yang terlampau biasa. 

    Di sisi lain, Jelita yang sudah mendapat clue sedari awal sebagai sosok yang nampak berpengaruh, seolah-olah hanya tempat pelampiasan berahi semata. Walaupun karena kehadirannya, si burung kembali bangun dari tidurnya.

    Kesimpulan: novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas menyuguhkan kisah seorang lelaki yang berusaha menghidupkan kembali burungnya yang melakukan hibernasi panjang. Dengan gaya bahasa yang berani dan terang-terangan, novel ini tidak selayaknya dibaca oleh remaja dibawah umur karena memuat unsur dewasa, intim, dan bahasa yang kurang sopan.

    Quotes Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

    Dunia memang tidak adil, dan jika kita tahu ada cara untuk membuatnya adil, kita layak untuk membuatnya jadi adil (hal 48).
    Lelaki yang tak bisa menyetubuhi perempuannya, seperti belati berkarat. Tak bisa dipakai untuk memotong apa pun (hal 62).
    Kita tak bisa menghentikan seseorang dari jatuh cinta. Bahkan orang yang jatuh cinta itu sendiri. Jatuh cinta seperti penyakit. Ia bisa datang kapan saja, seperti kilat dan gledek, dan bisa tanpa sebab apa pun (hal 64).
    Kemaluan bisa menggerakkan orang dengan biadab. Kemaluan merupakan otak kedua manusia, seringkali lebih banyak mengatur kita daripada yang bisa dilakukan kepala (hal 126).


    Identitas Novel

    Judul: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
    Pengarang: Eka Kurniawan
    Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
    Tahun Terbit: 2014
    Tebal: 243 halaman
    ISBN: 978-602-03-0393-2
    EISBN: 978-602-03-9192-2

    Demikian resensi novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Semoga bisa memberi sedikit gambaran kepada pembaca yang ingin membelinya. Semoga bermanfaat.

    Baca juga: Pengertian Resensi, Tujuan, Jenis, Unsur dan Contohnya


    Author

    Moera Ruqiya

    Panggil aku, Moera.