BLANTERORBITv102

    Resensi Novel French Pink | Prisca Primasari

    Kamis, 10 Februari 2022
    french pink prisca primasari

    Shinigami yang Mencari Warna
    Resensi Novel French Pink

    Ruang Resensi | Biru adalah biru dan ungu adalah ungu. Begitu sebutan warna di mata kaum Adam. Namun, tidak dengan hawa, setiap warna memiliki varian berbeda; satu saja tidak cukup. Biru ada royal, navy, turquoise, sky, safir, azure, dan masih banyak lagi. Sedang ungu ada lavender, lilac, plum, magenta, mauve, orchid, dan seterusnya. Begitu pula warna lain, tak kalah banyak macamnya. Mungkin, hal tersebut menjadi salah satu ilham bagi Prisca Primasari untuk menulis novel French Pink ini.

    Mengkombinasikan warna agar terlihat elegan, cantik, dan menarik bukanlah perkara mudah, perlu ketelitian, kejelian, serta kepiawan. Dan penulis telah berhasil melakukannya. Seperti memadukan oranye aprikot dengan hijau cemara yang memang cocok untuk pesta ulang tahun pernikahan. Atau memilih english lavender, black paper, dan french pink sebagai kekuatan yang membangun novel serta karakter si tokoh utama.

    Untuk sebuah novel yang ringkas--lebih tepat disebut novela, karena tak lebih dari 100 halaman, Prisca Primasari berhasil membuat Hitomi melalui kisahnya dengan baik. Tentu saja, semua itu tak lepas dari Hane yang menyokong scene demi scene dengan permintaan uniknya.

    Sinopsis Novel French Pink

    Dulu, Hitomi adalah seorang wanita manis, periang, dan lembut. Kemampuannya dalam mencampur dan menyebut istilah-istilah warna dengan detail pun dipuji oleh pegawai-pegawainya. Hanya saja, semua itu berubah setelah setahun silam. Saat sang suami mengalami kecelakaan dan tak terselamatkan.

    Hitomi menjalani hari-hari yang berat dan sekarat. Sosoknya semakin rapuh, rambut sebahunya yang dulunya tebal kini menjadi lurus monoton, wajah cantiknya semakin muram, dan matanya yang pernah indah kini tampak begitu biasa (hal 4). Hingga dia merasa, hidupnya lebih baik diakhiri.

    Pada kehidupan yang sudah dihinggapi putus asa itu, Hane muncul di hadapan Hitomi. Dengan wajah pucat dan setelan serba hitam, dia nampak seperti tokoh-tokoh manga fantasi atau novel horor bertokohkan fallen angel (hal 7). Sebagai sosok yang mengaku buta warna, pria ini datang dengan 3 permintaan tak biasa. Mulai dari meminta pita english lavender, kertas kado hitam, dan syal french pink.

    Herannya, Hitomi yang bahkan belum genap 24 jam mengenal Hane, mau saja menurutinya. Keduanya pun terlibat kebersamaan beberapa waktu untuk menemukan 3 benda itu. 

    Setelah semuanya ditemukan. Hane lalu mengucap terima kasih dan salam perpisahan kepada Hitomi. Saat itu dirinya baru sadar, pertemuan mereka begitu singkat dan dia hampir-hampir belum menanyakan apa pun kepada si pria.

    Kelebihan Novel French Pink

    Ini adalah novel yang manis, seperti nampak pada sampulnya. Prisca Primasari mampu menggambarkan Distrik Jiyugaoka--sebagai salah satu tempat hunian yang paling diminati di Tokyo--dengan cukup rapi.

    Seseorang akan diajarkan bahwa warna memiliki ragam dan macam ketika membaca novel ini. Setiap warna, memiliki makna tersendiri. 

    Konflik yang disajikan tidak berat dan beberapa tokoh di dalamnya akan mudah diingat.

    Alur yang santai membuat pembaca bisa menikmatinya tanpa ketegangan. Sangat mungkin bisa menyelesaikan dalam sekali duduk. 

    Bahasanya pun mudah dipahami, meski ada beberapa istilah Jepang (sudah diberi catatan kaki). Tentu, hal itu dimaksudkan untuk membuat suasana hidup dan related dengan kenyataan.

    Selayaknya, bagi seseorang untuk menghargai waktu bersama orang yang dicintainya. Karena dia bisa pergi kapan saja, tanpa harus memberitahu kapan tanggal dan harinya. Sebagaimana yang dialami Hitomi. 

    Sehebat apa pun ujian dan kemalangan yang datang dalam hidup, manusia tak pantas menginginkan kematian sebagai jalan terakhir. Pasti ada banyak orang yang menginginkan hidup sepertinya, seburuk apa pun itu. Demikian, salah satu moral dalam novel ini.

    Kekurangan Novel French Pink

    Untuk seorang Hitomi yang mengalami depresi, stress, putus asa, citra yang diberikan kepadanya masih dangkal. 

    Akan lebih baik bagi wanita yang merasa hidup tidak berguna dan ingin mengakhiri keberadaannya diberi kesan kuat dengan beberapa luka sayatan di pergelangan tangannya; tampang kumuh, urak-urakan, dan Sweet Ribbonsnya bangkrut. Bahkan bisa dilengkapi dengan aksi heroik melakukan aksi percobaan bunuh diri; menenggak racun, loncat dari atas gedung, atau menabrakkan diri ke kereta api. Bukankah Distrik Jiyugouka memiliki stasiun?

    Dengan begitu, kehadiran Hane yang dianggap sebagai shinigami memiliki peran lebih hebat dan kuat. Bukan sekadar meminta warna ini dan itu. Mengingat Jepang salah satu negara dengan kasus bunuh diri tertinggi di dunia, sangat wajar bagi si wanita melakukan aksi-aksi membuang nyawa.


    Kesimpulan: novel ini berkisah tentang seorang wanita yang gamang karena kematian suaminya. Dirokemendasikan untuk remaja muda yang menyukai seting Tokyo atau tokoh pria yang gelap. Sayangnya, novel ini tidak akan memuaskan seseorang yang menginginkan antagonis pria melakukan laga memukai demi menyelamatkan kekasihnya.

    Quotes Novel French Pink

    Kematian lebih baik daripada hidup yang tidak berarti (hal 35).


    Identitas Novel:

    Judul: French Pink
    Pengarang: Prisca Primasari
    Penerbit: Grasindo
    Tahun Terbit: 2014
    Tebal: 74 halaman
    ISBN: 978-602-251-687-3
    EISBN: 978-602-452-550-7

    Demikian resensi novel French Pink. Semoga bermanfaat.

    Baca juga: Resensi Novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas


    Author

    Moera Ruqiya

    Panggil aku, Moera.